Lima Unsur dalam Fiksi yang Mesti Kita Tahu

Posted by Penulis Cilik Punya Karya On Rabu, 05 Mei 2010 3 komentar

(Ilustrasi karya: Ella Dalus)


Dunia fiksi adalah dunia kebebasan tanpa batas. Kita bisa pergi ke mana saja, melanglang buana semau kita, menghentikan waktu dan menjalankannya kembali, semua itu bisa kita lakukan kapan saja. Kita juga bisa menciptakan makhluk-makhluk aneh yang belum sempat tuhan ciptakan, membangun sebuah pulau yang tak pernah tercatat dalam sejarah, mematikan tokoh protagonis, memberi penghargaan kepada tokoh antagonis, membalik segalanya, merusak segalanya, mendekonstruksi realita sehari-hari dengan imajinasi. Ya, dengan menulis fiksi, kita bisa melakukan apa saja.

Namun, kita juga mesti tahu, bahwa sebebas apa pun kita menulis fiksi, ada beberapa panduan yang mesti kita ikuti.

Penulisan fiksi yang bagus sekiranya harus memiliki lima unsur. Kesemua unsur tersebut adalah bahan paling penting untuk kita gunakan dalam membuat cerita fiksi yang memikat, indah, menawan, memukau, sehingga membuat pembaca begitu betah berlama-lama membaca cerita kita.

Kelima unsur penting itu adalah sebagai berikut:

  • Karakter
  • Plot / Alur
  • Seting / Latar
  • Tema
  • Style / Gaya
Jika kelima unsur di atas terjalin mulus dan terpilin dengan begitu rapi, kita akan bisa membuat cerita fiksi yang—katakanlah—berhasil.

So, here we go!

KARAKTER
Kebanyakan orang merasa bahwa karakterisasi adalah unsur paling penting dalam naskah fiksi. Penggambaran karakter yang kuat bisa membuat pembaca merasa memiliki hubungan emosional dengan tokoh karakter yang kita karang itu. Karakter yang kuat di sini maksudnya bukan berarti harus berbadan six pack seperti model iklan L-Men, melainkan karakter itu memiliki keunikan, tidak stereotip, dan mampu membuat pembaca berfikir bahwa karakter tokoh karangan kita itu benar-benar ada di dunia nyata. Cerita fiksi tanpa adanya karakterisasi atau penokohan, adalah cerita yang bisa dikatakan sangat tidak menarik.

PLOT / ALUR
Plot juga merupakan unsur yang penting dalam cerita fiksi, yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu. Plot tidak bisa disamakan dengan jalan cerita, tapi lebih kepada hubungan sebab-akibat. Cerita seperti: “Saya bangun tidur, melamun sebentar, kemudian beranjak mendekati jendela.” Ini namanya jalan cerita, bukan plot. Jika cerita itu diubah seperti ini: “Saya bangun tidur dan merasa tenggorokan saya kering, Dengan langkah perlahan saya langsung menuju kulkas.” Inilah yang dinamakan plot. Ada hubungan sebab-akibat di dalam cerita itu. Itu hanya contoh sederhananya. Jadi di sini sudah jelas betapa pentingnya plot dalam cerita fiksi. Plot yang baik dapat menggugah rasa ingin tahu pembaca akan kelanjutan cerita kita.

SETING / LATAR
Seting adalah informasi yang menggambarkan waktu dan tempat dalam sebuah cerita fiksi. Kapan cerita itu terjadi dan di mana kisah itu berlangsung. Hal ini penting sekali, sebab dengan adanya seting, pembaca bisa lebih menghayati cerita fiksi yang kita buat itu. Dengan seting (tempat dan waktu) kita juga bisa menciptakan karakter tokoh dengan baik, dan dari seting kita juga bisa menentukan konflik demi mendapatkan emosi pembaca. Seting yang baik bukanlah cuma dijadikan sebagai latar belakang sebuah cerita fiksi saja, melainkan juga merupakan satu kesatuan dari cerita. Saling berkesinambungan.

TEMA
Tema adalah inti dari apa yang sebenarnya ingin kita ceritakan. Atau, bisa juga disebut sebagai ide pokok dari rangkaian cerita fiksi yang ingin kita tuliskan. Kita akan kesulitan menulis jika kita belum memiliki tema. Dengan tema yang menarik, pembaca akan antusias dengan tulisan kita. Jadi, jika kita ingin menulis, tentukan tema sekarang juga.

STYLE / GAYA
Apabila kita ingin menulis tentang tema yang—katakanlah—sudah klise, misalnya kisah tentang pertaubatan seorang pendosa, kita tetap bisa membuat cerita itu menjadi menarik.
"Lho, kok bisa?"
"Ya bisa, dong!"
"Bagaimana caranya?"
"Gampang!"
"Gampang bagaimana? Kasih tahu, dong!”
"Sabar, dong!"
"Aduuuh... bikin penasaran aja, deh!"
"Hehehe... gampang. Jawabannya adalah dengan gaya tulisan kamu!"

Ya, dalam menulis cerita fiksi, ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membuat cerita fiksi kita menjadi menarik, salah satunya adalah: gaya menulis. Mungkin kita bisa menulis cerita dengan menggunakan gaya punggung... eh, ini mah renang! Maaf, maksud saya, kita bisa menulis cerita dengan berbagai macam gaya. Komponen-komponen dalam gaya bisa berupa sudut pandang yang unik, narasi yang aduhai, rima yang memesona, ending yang mengejutkan, dan lain sebagainya. Tapi, kita mesti ingat, jangan terlalu sering bermain-main dengan gaya, sebab takutnya kita malah dianggap sebagai badut atraksi kata-kata. Gaya hanyalah salah satu hal yang dapat membantu menjadikan cerita fiksi kita menjadi semakin memukau.

KESIMPULAN
Apa sih pentingnya kita memahami unsur-unsur fiksi tersebut? Bukankah lebih baik kita duduk di depan komputer dan mulai menulis, lantas biarkan energi kreativitas kita yang akan melakukan hal tersebut?

Hmm... Sebenarnya dengan kita paham dan akrab dengan unsur-unsur fiksi tersebut, itu akan menguntungkan kita sebagai seorang penulis. Di antaranya adalah sebagai berikut:
  • Mengetahui semua unsur-unsur ini akan memudahkan kita untuk berbicara dengan cerdas mengenai menulis fiksi.
  • Kita akan dapat mengidentifikasi masalah dengan lebih mudah.
  • Memahami unsur-unsur ini akan memberikan kita perspektif baru sebagai pembaca fiksi.
  • Jika unsur-unsur cerita fiksi adalah bahan bangunan, maka kita harus tahu apa yang harus kita kerjakan selanjutnya.
Ya, kamu mungkin bisa saja cuma duduk dan langsung menulis dengan kreativitas yang—katakanlah—masih mentah, dan bisa jadi hasil tulisan itu akan menjadi tulisan yang baik. Namun, semakin kamu memahami unsur-unsur di atas tadi, semakin lengkaplah kamu untuk menjadi seorang penulis fiksi yang baik. Semoga bermanfaat! (Noor H. Dee)


Menyelesaikan Novelmu dalam Empat Tahapan Sederhana (bagian 1)

Posted by Penulis Cilik Punya Karya On Selasa, 04 Mei 2010 16 komentar

(Ilustrasi karya: Ella Dalus)

Kau harus memiliki stamina untuk mentransformasikan sebuah draft pertama yang ringan menjadi sebuah cerita dengan kekuatan yang simultan.

Gunakan empat strategi ini untuk membuat draftmu menjadi novel yang berbobot dan berkembang. Namun, sebelum itu saya akan menjelaskan siapa novelis itu: novelis adalah pelari jarak jauh yang harus memiliki stamina yang tangguh; seorang supir truk tronton antar provinsi atau pengarung samudera atau Cheng-Ho-nya di dalam samudera penulisan. Tidak ada pelari sprint, atau penulis karbitan di dalam pembuatan novel. Jika memang ada—di dalam dunia penulisan—tentunya tidak untuk novelis.

Mengapa?

Sebab permasalahannya, di dalam novel terdapat banyak karakter, terdapat banyak scene/adegan, terlalu banyak struktur cerita dan halaman yang harus dibangun, dan kalimat yang unik untuk dituliskan, bahkan ditulis ulang, direvisi, dan dipoles, dipercantik seperti sepatu kulit Edward Forrer.

Ketahanan/stamina memang merupakan kunci untuk menyelesaikan sebuah tugas. Meski demikian, stamina tidak juga menjadi faktor penentu. Karena, jika penulis novel diibaratkan sebagai sesuatu yang harus menjelajah jauh, maka pembaca novel bisa juga diibaratkan sebagai pelari maraton olimpiade.

Bayangkan, mereka harus berlari puluhan kilometer, dan ini berarti proses revisi harus seimbang dengan proses panjang yang harus mereka lakukan di dalam berlari. Proses revisi itu mesti berdarah-darah, harus berhati-hati memilih kata dan bahasa karena jika kata salah digunakan, maka kata-kata itu seperti halnya kubangan di tengah jalan yang akan mencelekai dirimu ketika kau mengendarai motor di jalan Margonda. Itulah, mengapa sudah kukatakan saudara, proses revisi itu mempertaruhkan passion, mempertaruhkan hasrat pembaca, dan tentu saja, mempertaruhkan harga diri kita, agar si pembaca mau mengikuti, berkeliling-keliling, dan masuk menjelajah tulisan kita.

Membuat novel bukanlah sebuah pekerjaan ringan. Dalam pembuatan narasinya kita harus berputar-putar, dan seperti itulah yang harus dilakukan, yakni: membuat pembaca mabuk hingga tetesan terakhir 'tinta' yang kita tuangkan. Sebagai seorang novelis, kamu tentu memerlukan strategi/teknik yang kongkret untuk menjadikan draft pertamamu menjadi kisah panjang yang bisa membuatmu berdiri tegak.

Inilah aturan-aturan yang akan membuat pembacamu tidak jatuh tertidur karena bosan, atau menyerah dan modar sebelum mereka menuntaskan bab terakhir masterpiece-mu: novelmu.

TULISKAN SELURUH DRAFT PERTAMAMU DENGAN CEPAT

Aturan pertama dalam membuat novel adalah haram untuk memfokuskan diri dengan revisi. Dalam sesi ini kamu harus benar-benar menggodam atau menghancurkan hasrat untuk merevisi yang kamu tulis. Pokoknya, tuliskan saja!

Well, jika kamu perfectionist, sok sempurna, hal ini akan menyulitkan kamu, karena proses penulisan draft pertama dengan cepat berarti mencoba memaafkan tulisanmu yang, amit-amit butut.

Cepat memang berarti kacau balau dalam pemilihan diksi, sintaks, susunan/kaidah berbahasa, tapi meski dengannya, merasa mengkhianati ego, tetap saja hal itu sebanding dengan harga yang kau bayarkan untuk membeli: mengalirnya tulisanmu dalam pembuatan draft pertama. Tidak ada jalan untuk menulis draft pertama selain menggunakan kecepatan, fast and furious seperti judul sebuah film butut. Dan sesungguhnya apa yang saya sampaikan ini sama dengan yang disampaikan film Finding Forester, menulislah dengan perasaan dan mengeditlah dengan pikiran, bukan?

Pokoknya, nih saya kasih tau nih, tulislah draft pertama seperti kecepatan peluru yang menghabiskan hidup Kurt Cobain. Menulislah seperti bergegasnya pembabat hutan saatmenggergaji kayu di belantara Kalimantan, kalau perumpamaan itu terlalu mengawang, berlarilah seperti bencong-bencong taman Lawang saat dikejar Satpolnya Fauzi Bowo. Bisakan?

Ya, ya, karakter yang kau gunakan di awal draft itu mungkin terkesan mentah, subplotmu akan terasa tidak tereksplorasi dengan baik, tapi melajulah, sebab ketika bergegas kau tidak memiliki pilihan selain mengkhatamkan sebuah garis cerita. Dengan melakukan itu, kau akan berhasil menghalau godaan-godaan untuk merevisi yang akan menyelewengkan dirimu untuk menyelesaikan draft awal novelmu (Kau bisa! Kau baru harus merevisi membuat plot, karakter yang kuat, kata-kata yang berbobot, jika draft awalmu sudah selesai).

Inilah stressing pointnya, bahwa dengan menghindarkan diri dari revisi, saat pengerjaan draft pertama maka kau tidak menyia-nyiakan waktumu. Revisi di draft awal? Oh, (maaf) peduli setan!

Pertanyaan selanjutnya, seberapa cepat yang harus kamu lakukan dalam menyelesaikan draft awal?

Tergantung kecepatan penulis. Kebiasaan alamiah saya adalah bekerja santai, tetapi saya menulis manuskrip awal dalam waktu six pack, oh... tidak, saya melantur lagi, maksudnya: saya menyelesaikan dalam waktu enam bulan. Dan kalau tujuh bulan, sepertinya akan ada ritual bid’ah yang terpaksa saya lakukan: ritual tujuh bulanan misalnya.
Oke, back to my track, saya biasanya menyelesaikan dua halaman setiap saya duduk. Dan jika kamu melakukan hal yang sama, mendedikasikan dirimu untuk menulis tanpa mengedit, maka kamu akan tekejut betapa draft awal itu bisa kau selesaikan dengan cepat.

Dan itulah waktunya untuk menulis ulang, memulainya dengan menggunakan kecanggihan otakmu (kencanggihan merevisi) untuk membawa pembaca, masuk ke dalam dunia yang kau ciptakan. Dengan merevisi, kau bisa menjadikan genit sebuah kata, membuat sebuah kalimat menjadi cantik dan seksi, menjadikan alurmu sekuat Goliath, dan menegaskan penokohan, sehingga si pembaca menjadi susah berpaling dari tulisanmu! (Divan Semesta)

Baca juga: Menyelesaikan Novelmu dalam Empat Tahapan Sederhana (bagian 2)


Apakah Esai Itu?

Posted by Penulis Cilik Punya Karya On Senin, 03 Mei 2010 11 komentar


Penulis : Lucile Vaughan Payne


Esai bukanlah sekadar rekaman fakta-fakta atau hasil imajinasi murni. Tulisan yang Anda buat dalam pelajaran sejarah yang dipenuhi dengan fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai referensi mungkin nampak seperti sebuah esai. Namun, seberapa pun cermatnya Anda dalam menulis ulang semua fakta tersebut, meskipun dengan bahasa Anda sendiri, tulisan itu bukanlah esai. Esai juga bukan kejadian atau pengalaman yang Anda tuliskan dalam pelajaran bahasa, tak peduli betapa nyata, cerdas, menyentuh, berurutan, jelas, rinci, dan lengkapnya tulisan Anda itu.

Mungkin Anda telah membuat ratusan tulisan dalam bentuk seperti di atas dan mengumpulkan semua berdasarkan 'temanya'. Anda mungkin akan menyebutnya sebagai sebuah esai, tapi itu juga bukan esai. Jadi, apakah esai itu? Esai adalah ekspresi tertulis dari opini penulisnya.

Sebuah esai akan makin baik jika penulisnya dapat menggabungkan fakta dengan imajinasi, pengetahuan dengan perasaan, tanpa mengedepankan salah satunya. Tujuannya selalu sama, yaitu mengekspresikan opini. Esai memang bisa berbeda menurut kualitas, jenis, panjang, gaya, dan subjek. Esai juga bisa berbentuk sederhana sampai yang sangat kompleks, namun semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi sebagai analisa akhir. Inilah perbedaan mendasar antara esai dengan tulisan ekspositoris atau sebuah laporan. Sebuah esai tidak hanya sekadar menunjukkan fakta atau menceritakan sebuah pengalaman; ia menyelipkan opini penulis di antara fakta-fakta dan pengalaman tersebut.

Tentu, Anda harus memiliki sebuah opini sebelum menulis esai. Hanya saja, Anda juga harus memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan opini itu, bagaimana menyampaikannya, dan bagaimana mengungkapkan nilai yang dibawanya. Sebelum mendapatkan opini, Anda harus lebih dulu menentukan subjek yang hendak ditanggapi karena opini harus berhubungan dengan subjek tertentu.

SUBJEK ESAI

Apa yang harus ditulis? Pertanyaan ini memiliki jawaban yang tidak terbatas. Anda dapat menuliskan segala jenis topik; dari persahabatan, politik, sepatu, menjual lilin, sampai esai tentang esai itu sendiri. Satu-satunya persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa penulis harus cukup memahami topik tersebut sehingga ia dapat membentuk sebuah opini. Lalu, apa batasan dari 'cukup memahami' itu? Jawabannya juga tidak sulit. Sebagai manusia, seperti yang lain, kita pasti 'cukup memahami' dan akrab dengan banyak hal di sekitar kita; persahabatan, hubungan keluarga, pertumbuhan, makan, tidur, dan banyak lainnya. Tentunya semua itu dapat dipakai sebagai bahan menulis esai.

Bagaimanapun juga, 'pemahaman yang cukup' untuk menuliskan tema-tema spesifik memerlukan pengetahuan atau pemahaman akan disiplin ilmu tertentu. Kita mungkin bisa menulis sebuah esai mengenai topik seperti persahabatan tanpa perlu memberikan banyak fakta. Namun, untuk topik-topik seperti Puritanisme atau sejenisnya, tentunya kita memerlukan informasi yang dapat diuji secara 'ilmiah'. Referensi sendiri bisa didapatkan dari banyak sumber, mulai dari buku sampai media internet. Menulis tentang bidang yang sesuai dengan minat kita juga akan sangat mempermudah dan mempercepat proses penulisan itu sendiri. Karenanya, seorang yang mempunyai hobi dalam satu bidang tertentu juga dapat disebut sebagai seorang yang memiliki 'pemahaman yang cukup'. Bahkan, sekalipun kita tidak menaruh minat yang begitu besar dalam satu bidang pembahasan, kita tetap dapat menulis sebuah esai yang baik asalkan dapat mengumpulkan banyak fakta. Dengan membaca berbagai informasi yang bisa dipertanyakan, dibandingkan, atau yang dapat Anda nilai sendiri, pengetahuan tentang satu bidang baru juga akan Anda dapatkan dengan cepat.

Menulis sebuah esai yang didasari oleh pengetahuan khusus memang cenderung lebih mudah daripada menulis esai tentang hal-hal atau pengalaman yang sudah sering ditemui di sekitar kita. Berbeda dengan kebiasaan yang sering terjadi dalam sebuah opini, seorang penulis esai hendaknya tidak boleh hanya berpegang pada 'perasaan bahwa ia benar', namun lebih beranggapan bahwa 'pikiran saya benar'. Jadi, opini yang terdapat dalam sebuah esai juga harus didasarkan pada apa yang Anda pikirkan dan bukan hanya pada apa yang Anda rasakan. Yang jelas, setiap esai harus memiliki opini, dan opini yang terbaik adalah didasari oleh pikiran dan perasaan.

APAKAH OPINI ITU? BAGAIMANA ANDA MEMUNCULKANNYA?

Banyak orang yang mendefinisikan opini dengan sangat bebas. Segala prasangka, sentimen, tuduhan, dan segala jenis omongan yang tanpa dasar seringkali disebut sebagai sebuah opini. Namun, opini yang ingin disampaikan dalam sebuah esai harus memenuhi definisi sebagai berikut.

Opini: sebuah kepercayaan yang bukan berdasarkan pada keyakinan yang mutlak atau pengetahuan sahih, namun pada sesuatu yang nampaknya benar, valid atau mungkin yang ada dalam pikiran seseorang; apa yang dipikirkan seseorang; penilaian.

Ujilah opini Anda dengan definisi di atas untuk menilai apakah Anda telah memiliki topik esai yang baik. Apakah opini tersebut didasari atas keyakinan mutlak? Atau pengetahuan yang sahih? Apakah Anda dapat membuktikan kebenarannya di atas semua keraguan yang beralasan? Jika ya, berarti itu bukan opini, tetapi fakta -- atau sebuah hasil observasi yang telah diterima secara luas sehingga menjadi sebuah fakta. Fakta harus terlebih dulu diubah menjadi sebuah opini sebelum dimunculkan dalam sebuah esai. Misalnya, fakta menunjukkan bahwa jumlah penduduk negara kita tahun ini adalah sekian ratus juta. Untuk mengubah fakta tersebut menjadi sebuah opini tugas Anda sekarang adalah menilainya. Anda bisa menilai bahwa budaya negara kita berubah karena pertambahan penduduk yang demikian cepat; atau perlunya perubahan kebijakan ekonomi yang dapat menjamin setiap warga bisa mencukupi kebutuhannya, dll. Dengan membuat sebuah penilaian/tanggapan, maka Anda telah mengubah fakta menjadi sebuah opini. Dengan demikian, Anda telah memiliki topik esai yang baik.

Namun, tidak semua opini dapat menjadi topik sebuah esai. Jika ada pernyataan 'menjalin persahabatan penting bagi hubungan antarmanusia', pernyataan ini bisa disebut opini karena tidak dapat dibuktikan secara ilmiah atau statistik. Walau demikian, pernyataan itu merupakan opini yang lemah untuk dikemukakan dalam sebuah esai karena tidak merangsang timbulnya argumen lain. Dari segi praktis, itu adalah fakta. Untuk membuatnya menarik, Anda bisa mengubahnya menjadi opini yang lebih tajam seperti 'persahabatan adalah hal terpenting bagi manusia', misalnya. Tapi cara yang lebih efektif dalam menarik minat pembaca adalah dengan mengawalinya dengan berbagai pertanyaan menantang seperti, 'apakah persahabatan antarpria lebih awet daripada wanita?' 'bisakah persahabatan yang murni terjalin antara pria dan wanita, ataukah antara orang tua dan anak?' dst.

Jika kita melihat pertanyaan-pertanyaan tersebut, pembaca mungkin bisa menjawab ya atau tidak saja. Tapi bagaimana jika Anda mengubah kata tanya tersebut dengan kata tanya yang lebih memerlukan penjelasan seperti 'mengapa', 'apakah', atau 'bagaimana'?

-Bagaimana orang tua dapat bersahabat dengan anak?
-Mengapa persahabatan antarpria lebih awet daripada antarwanita? (atau sebaliknya)
-Apakah persahabatan itu?


Makin banyak pertanyaan yang Anda ajukan pada diri Anda akan semakin baik. Setelah itu, Anda akan dapat mengenali pertanyaan yang penting dan yang tidak, yang terlalu luas dan yang terlalu sempit, dsb. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tak jarang Anda juga akan menemukan opini-opini yang belum pernah Anda sampaikan sebelumnya (artinya: Anda tidak pernah benar-benar tahu apa yang sebenarnya Anda pikirkan). Teruslah melontarkan pertanyaan. Ketika Anda menemukan satu opini pribadi yang sangat menarik berarti Anda telah memasuki wilayah seorang penulis esai.

APA YANG MEMBUAT SEBUAH OPINI MENARIK?


Jika diminta untuk memilih sebuah opini yang paling menarik, mungkin kita akan memilih berdasarkan minat kita karena kita akan selalu dapat menulis dengan baik topik yang kita kuasai/sukai atau yang dengan gampang kita tuliskan. Namun, topik yang menarik sesungguhnya adalah yang 'bertentangan'! Jika jumlah orang yang tidak setuju dengan tulisan Anda cukup signifikan, maka bisa dipastikan pandangan Anda akan menarik perhatian. Pembaca tidak akan tertarik dengan sesuatu yang artinya memang sudah jelas dan tepat. Anda tentu boleh menuliskan hal seperti itu, namun siapa yang akan mengindahkannya?

Sebuah esai akan gagal jika tidak mempunyai argumen. Setiap analisa akhir dari esai adalah argumen. Analisa akhir itulah yang menjadi opini penulis esai tentang satu topik yang berlawanan dengan opini orang lain. Kalimat 'A lebih baik (atau jelek) dari B' adalah kalimat yang jelas akan menimbulkan argumentasi. Namun, Anda juga tak perlu harus menyatakan sejelas itu. Saat menyatakan bahwa 'balap mobil mempromosikan keamanan berkendara', berarti Anda telah berargumentasi dengan pendapat banyak orang yang menganggap balap mobil hanya akan mengakibatkan kecelakaan.

MENGUJI PERTENTANGAN


Ketika sedang membuat sebuah opini esai, usahakan agar Anda juga dapat menjawab setiap pertanyaan yang mungkin muncul dari opini yang bertentangan. Yang dimaksud dengan opini yang bertentangan tentu tidak selalu berarti berkebalikan. Jika Anda mengatakan "Animal Farm" adalah novel terbaik sepanjang masa, tentu tak akan ada orang yang cukup sembrono menyatakan "Animal Farm" sebagai novel terjelek sepanjang masa. Mungkin yang ada ialah kritik atas pernyataan Anda tersebut, yang mungkin akan mengatakan novel itu terlalu pendek, penokohannya kurang tajam, dsb. Jadi, opini yang menentang tidak selalu kebalikan dari opini Anda. Yang jelas akan ada perbedaannya.

Dengan mempertimbangkan secara seksama kemungkinan pertanyaan ini, mungkin pikiran dan opini Anda akan berubah. Bagus! Anda masih memiliki opini, walau mungkin telah berubah. Opini baru itu tentu akan lebih kuat dari sebelumnya. Atau meski opini awal Anda tetap yang paling kuat, dengan menguji berbagai kemungkinan pertentangan ini, Anda akan mendapat lebih banyak ide untuk mempertahankan pendapat Anda.

Meski demikian, opini hanyalah sebuah pendapat pribadi tentang kebenaran. Anda tidak bisa mengharapkan opini esai Anda menjadi bukti ilmiah. Tujuan Anda adalah untuk meyakinkan, bukan membuktikan. Kekuatan esai Anda diukur dari keberhasilannya meyakinkan pembaca. Setiap opini esai Anda pada akhirnya dapat diuji kekuatannya dengan dua pertanyaan berikut.

1. Bisakah sebuah argumen yang valid dibuat untuk menentangnya?
2. Bisakah saya mempertahankan pendapat melawan argumen tersebut?

Jika keduanya Anda jawab "ya" berarti Anda sudah boleh lega dan yakin bahwa Anda telah berhasil membuat esai yang menarik.

PERCAYA PADA APA YANG ANDA KATAKAN

Topik sebuah esai memang harus berupa argumen. Namun, argumen tersebut harus jujur dan cerdas. Anda memang boleh mengemukakan opini yang berlawanan dengan pendapat banyak orang. Namun, menyatakan sebuah opini berani hanya untuk menarik perhatian adalah tindakan yang konyol. Lebih buruk lagi, tindakan itu menunjukkan suatu ketidakjujuran. Anda mungkin bisa berhenti melakukan tindakan konyol, namun ketidakjujuran tidak bisa diobati. Kejujuran adalah hal terpenting karena ketidakjujuran dalam esai akan segera tercium oleh pembaca. Jadi, selalulah percaya pada apa yang Anda katakan, walau sekali lagi ini bukan berarti Anda harus reaktif menolak semua pendapat yang menentangnya. (t/ary)

Bahan diterjemahkan dan diedit (dengan beberapa penyesuaian konteks perkembangan zaman) dari:

Buku : The Lively Art of Writing
Penulis : Lucile Vaughan Payne
Judul Artikel : What is An Essay?
Penerbit : Follett Publishing Company, 1965
Halaman : 13-22


Related Posts with Thumbnails
Diberdayakan oleh Blogger.