Mengkritik dengan Cerdas

Posted by Penulis Cilik Punya Karya On Kamis, 05 November 2009 7 komentar
Sebagai seorang penulis--apalagi penulis pemula seperti saya--kadang kalau menerima kritik itu memang menjengkelkan. Bagaimana tidak? Kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat awal tulisan yang mantap, memikirkan ending yang aduhai, mencari metafora-metafora yang tidak kuno, memikirkan frasa-frasa yang menurut kita bertenaga, dan lain sebagainya. Tapi, ketika tulisan itu kita sebar ke orang lain, kok ya malah dikritik? Menyedihkan sekali, bukan? Padahal sebelumnya kita sudah yakin sekali bahwa tulisan kita ini adalah tulisan yang paling bagus senusantara. Kuntowijoyo sama Danarto mah lewat, begitulah kita berkata sehabis membaca tulisan yang baru selesai kita buat. Tapi, apa boleh buat, meskipun menjengkelkan, setidaknya kita juga harus tahu diri. Bahwa siapa tahu saja tulisan kita memang buruk, dan kitanya saja yang terlalu narsis. Bukankah konsekuensi seorang penulis itu adalah harus siap menerima kritikan? Kalau tulisan kita tidak mau dikritik, ya, sepertinya kita tidak usah menulis saja. Simpel, toh?

Dalam hidup ini kita memang tidak akan pernah bisa melepas diri dari yang namanya kritikan. Setiap orang dari berbagai macam profesi—petinju, pelukis, penari, supir taksi, karyawan kantoran, tukang bakmi ayam, dan lain sebagainya—pasti pernah dikritik. Begitu pula dengan penulis. So, enjoy aja, begitu kata iklan rokok yang sering kita lihat di televisi. Meskipun kita jengkelnya bukan main, sebaiknya kita berfikir positif saja, bahwa kritik itu adalah demi meningkatkan kemampuan menulis kita juga.

Nah, karena kita tahu bahwa dikritik itu tidak menyenangkan, maka sebaiknya ketika ingin mengkritik tulisan seseorang, kita juga harus memiliki siasat agar kritikan kita tidaklah terlalu pahit didengar. Meskipun ada perkataan “katakanlah kebenaran meskipun pahit”, tetapi untuk seorang penulis pemula (seperti saya, contohnya), kritikan yang pahit tentu saja bisa menghancurkan mental—dan bahkan bukan tidak mungkin penulis pemula tersebut akan berhenti menulis sebab dia memiliki pemikiran semacam ini: “Ah, gue emang nggak bakat nulis! Gue emang nggak bakat! Argh!!!” Nah lho! Makanya, kita juga harus hati-hati dalam memberikan kritik. Maksud hati ingin menolong, malah menghancurkan mental seseorang. Tentu kita nggak ingin semua itu terjadi.

Itu sebabnya, sebagai penulis, sepertinya kita juga wajib tahu tentang bagaimana cara memberikan kritik yang baik dan benar terhadap sebuah tulisan. Agar kritikan kita dapat membangun dan bukan malah mengancurkan mental seseorang.

Tujuan Mengkritik
Pertama mungkin kita harus tahu dulu apa tujuan kita mengkritik. Apakah kita mengkritik karena ingin memberikan manfaat kepada orang lain? Atau ingin mengajak berkelahi? Kalau ingin mengajak berkelahi, maaf, sebaiknya tidak usah membaca tulisan ini. Sebab, ditulisan ini saya hanya akan memaparkan tentang bagaimana caranya agar kita bisa membuat kritik yang bagus dan bermanfaat. Sebab, tujuan kita mengkritik itu memang seperti itu. Kita mengkritik untuk membantu orang lain, bukan untuk membuat mental seseorang menjadi runtuh.

Oke... mari kita mulai!

Beberapa Tipe Penulis
Ada beberapa penulis yang tidak bisa dikritik. Meskipun mereka berkata, “Eh, gue ada tulisan baru, nih. Mohon dikomentarin, ya.”, bukan berarti mereka ingin dikritik. Mereka hanya ingin dianggap betapa tulisannya sangat bagus. Istilahnya, mereka hanya ingin narsis. Jika berhadapan dengan penulis seperti ini, kita jangan terlalu serius menanggapi karya-karyanya. Sebab, jika tulisannya kita kritik, bisa dipastikan mereka akan selalu berkilah dan akan berkata seperti ini, “Oh, itu emang sengaja gue menulis kayak gitu. Biar nggak kayak kebanyakan orang. Itu style gue.”. Atau berkata seperti ini, “Ini gaya tulisan gue. Ini ciri khas gue. Gue emang sengaja nulis tanda serunya banyak-banyak. Biar orang lain pada tahu, bahwa kalau ada tulisan yang tanda serunya banyak-banyak, mereka pasti bisa nebak kalau tulisan itu adalah karya gue. Iya, gue akuin, untuk menciptakan gaya sendiri itu emang sulit. Tapi gue udah berhasil menemukannya. Yeah!” Hufff! Menghadapi penulis seperti ini, alangkah baiknya kita diam saja.

Ada juga beberapa penulis yang tahan banting alias siap menerima segala macam kritikan dengan lapang dada. Penulis tipe ini adalah penulis yang siap “babak belur” demi meningkatkan kemampuannya. Meskipun dikritik dengan cara apa pun, baik dikritik dengan pedas atau dikritik dengan halus, ia akan menerima dengan senyum merekah (meskipun hatinya berdarah-darah. Hehe). Tapi ingat, tidak semua penulis seperti itu.

Baca Dahulu Sebelum Mengkritik
Jika kita ingin mengkritik sebuah tulisan, kita wajib untuk membacanya terlebih dahulu. Bacalah dengan teliti, kata demi kata, peristiwa demi peristiwa, pokoknya segala hal yang ada di dalam teks tersebut harus kita baca sampai selesai. Buatlah semacam catatan di tulisan tersebut jika memang ada yang perlu kita beri masukan. Beri tanda pada setiap kata atau kalimat yang sekiranya ingin kita kritik. Tulislah semua pemikiran kita setelah membaca habis tulisan tersebut. Jika kita masih memiliki waktu agak lama, kita bisa membaca ulang tulisan itu agar tidak ada yang terlewat. Lagi pula, dengan kita bersikap serius seperti itu, tentu komentar kita akan didengar dengan serius pula. Sebaliknya, jika kita seperti ogah-ogahan dalam memberi kritik, jangan harap penulis yang kita kritik itu akan mendengarkan kita.

Kritik Tulisannya, Jangan Penulisnya!
Yup. Ketika ingin mengkritik sebuah tulisan, alangkah baiknya kita jangan menggunakan kata “Kamu”, tetapi gunakanlah kata “Tulisan kamu”. Ingat, yang harus kita kritik adalah tulisannya, bukan penulisnya. Jadi jangan sampai kalimat seperti ini terucap dari mulut kita ketika kita ingin mengkritik tulisan seseorang, “Kamu kayaknya kurang bagus kalau menulis puisi! Kamu harus banyak belajar lagi, jangan cuma modal semangat saja.” Gubrag! Bisa dipastikan penulis tersebut akan sakit hati dan mungkin tidak akan pernah mau menulis lagi. Begitulah, sekali lagi, jangan kritik penulisnya, tapi kritiklah isi tulisannya, seperti: plot, ending cerita, karakter tokoh, setting, dan lain-lain. Mengenai hal ini, Melissa Donovan, kontributor situs Writing Forward, mengatakan, “You are judging the work, not the individual who produced it.” Sekali lagi, yang harus kita kritik adalah hasil kerjanya, bukan individunya.

Mulailah dengan Pujian
Ketika kita ingin memulai sebuah kritikan, kita harus selalu mengawalinya dari sesuatu yang bagus-bagus dulu. Maksudnya begini, jika kamu membaca tulisan seorang penulis pemula, dan ternyata tulisan itu sangat buruk, kita cari dulu apa sih yang bagus dari tulisan tersebut. Sebab, seburuk apa pun sebuah tulisan, pasti masih memiliki kelebihan. Entah itu ide ceritanya, atau tokoh-tokohnya yang unik, atau hal-hal yang lainnya. Jadi, dengan begitu kita bisa memulai dengan sebuah pujian. Misalnya seperti, “Waw, ide ceritanya menarik banget. Asli, gue aja nggak kepikiran untuk nulis cerita kayak gini. Kok, elo bisa sih dapet ide keren kayak gini? Salut gue!”

Jika ada seseorang yang berkata seperti itu, pasti kita tersanjung bukan main. Iya, kan? Tapi, berikanlah pujian itu dengan jujur. Maksudnya adalah sesuatu yang kita puji itu memang benar-benar bagus. Jadi kita terbebas dari yang namanya kebohongan. Lagi pula, kalau pujian kita tidak tulus dan jujur, pasti penulis tersebut akan sakit hati dan tidak akan pernah percaya lagi sama komentar-komentar kita. Setelah memberi pujian, baru deh kita beri masukan seperti, “Kayaknya kalau cerita ini dimulai dari sang tokoh yang lagi buang ludah, pasti jadinya keren, deh. Soalnya kalau awal ceritanya ‘matahari pagi ini indah sekali...’ atau ‘pada suatu hari...’ itu sudah sering banget dipakai dan sudah klise.” Dan seterusnya....

Dengan mengkritik seperti ini, tentu lebih mudah diterima oleh seseorang yang sedang kita kritik.

Gaya Menulis Setiap Orang Berbeda
Sebelum mengkritik, ada baiknya kita harus tahu betul gaya menulis seperti apa yang kita suka, dan cobalah pisahkan hal tersebut ketika kita ingin memberikan kritik. Jangan sampai mentang-mentang kita tidak suka cerita dengan ending terbuka, lantas kita menganggap bahwa cerita teman kita itu jelek, hanya gara-gara cerita teman kita itu menggunakan ending terbuka. Bisa dipahami kan maksud saya?

Hindari Ungkapan Negatif
Kritiklah dengan bahasa yang santun, dan hindari penggunaan ungkapan-ungkapan negatif seperti: “Tulisanmu ini membosankan!”, “Tema cerita seperti ini udah basi!”, atau “Dari tahun ke tahun tulisanmu nggak pernah berubah. Statis!”, dan lain semacamnya. Ada baiknya jika kita gunakan ungkapan-ungkapan positif seperti ini: “Ceritamu ini akan menjadi lebih menarik jika...”, “Sepertinya ceritamu ini akan lebih menggigit jika...”, dan lain semacamnya.

Saya ingatkan sekali lagi, bahwa kita mengkritik adalah untuk membantu, bukan untuk menyakiti.

Beberapa Kesimpulan dalam Mengkritik
Di bawah ini saya akan memaparkan beberapa kesimpulan dalam mengkritik yang mudah-mudahan bermanfaat:
  • Jangan mengkritik jika kita tidak diminta untuk mengkritik
  • Berikan pendapat yang bagus dan jangan buang-buang waktu kepada penulis yang hanya mementingkan egonya
  • Kritik tulisannya, bukan penulisnya
  • Awali dari sesuatu yang bagus, kemudian baru kita paparkan kelemahannya
  • Berusahalah untuk objektif, dan pisahkan antara gaya yang kita suka dengan tulisan yang ingin kita kritik
  • Beri usulan yang paling kuat demi kemajuan penulis. Jangan beri usulan yang tidak jelas
  • Bersabarlah dan teruslah belajar untuk bisa mengkritik dengan baik
Sepertinya sekian dulu tulisan ini saya buat. Jadi, sudah siapkah kita menjadi pengkritik yang baik?

Semoga bermanfaat!

Wassalam,


Catatan: Tulisan ini saya kembangkan dari tulisannya Melissa Donovan yang berjudul How to Give Good Critique, yang dimuat di situs Writing Forward.com

7 komentar to Mengkritik dengan Cerdas

  1. says:

    Ryu Wah... wah... wah... makasih atas postingannya, Mas Hadi!
    Nice postingan!
    Jadi nambah ilmu lagi tentang mengkritik :)

    Sekadar pengalaman ketika memasuki dunia penulisan :) kritikan pedas selalu saya dapatkan ketika mencoba memberikan naskah yang saya anggap paling baik sedunia. Beruntung, para pengkritik naskah saya merupakan orang-orang yang sadar akan kritik membangun. Meskipun, ada juga yang bantaiannya (istilah saya dalam kritikan pedas :D) cukup membuat hati jadi deg-degan gak karuan.

    Tapii... setiap kritikan yang pedas... sepedas cabe rawit... membuat saya semakin termotivasi untuk menciptakan karya yang memang benar-benar layak:)

    Ayo miliser! apa yang kalian rasakan ketika mendapatkan kritikan? share... share...^_^

    salam,

    Ryu

    [admin note: Komentar ini saya copas dari milis PBA (penulis bacaan anak)]

  1. says:

    Sindikat Penulis Wah... wah... wah... terimakasih juga udah mau mengomentari. Senang jika tulisan ini bisa memberikan manfaat. Terus menulis!

  1. says:

    Divan Semesta Serius. Bagus tuh tulisannya :) buatan lo rek?

  1. says:

    Divan Semesta maksud gw tipsnya bagus... gw suka yang ludah meludah itu. Itu cara pandang yang segar. Ada banyak cara ngebuka sebuah cerita, garuk-garuk pantat, atau mencabuti bulu ketiak misalnya :) mantap....

  1. says:

    Anonim Iya kang, contoh buang ludah itu dari gue. Secara substansi/ide berasal dari melissa donovan, tapi gue kembangin lagi semau gue. Dan contoh-contohnya emang asli buatan gue :) Tengkyu kang udah mampir :)

    (rex)

  1. says:

    Anonim Kalo dulu emang sering dikritik banget kalo lagi nulis.. masalah pedas atau ga pedas.. biasanya cuek... emang gue pikirin.. tapi semenjak saya amati tulisan saya lagi.. biasanya saya nyadar kalo tulisan saya jelek :D

    Nulis.. jalan terus

  1. says:

    Sindikat Penulis Hihihi... iya, saya sepakat. Yang penting nulis jalan terus, dan terus belajar sampai titik tinta penghabisan :D

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
Diberdayakan oleh Blogger.